Berita media online akhir tahun lalu dikejutkan dengan tindakan seorang remaja yang membunuh ayah dan neneknya, serta melukai ibunya. Sampai hari ini masih jadi perdebatan para ahli, penyebab sang remaja melakukan tindakan tersebut. Apakah stres pada remaja, yang tidak disadari oleh lingkungan dekatnya? Di satu sisi, hakim pun memutuskan remaja tersebut harus menjalani pembinaan selama dua tahun.
Contents
Apa itu Stres Pada Remaja
Stres pada remaja adalah hal yang sangat umum, namun sering kali diabaikan atau disalahartikan sebagai “drama” remaja biasa. Masa remaja adalah periode transisi yang intens—percampuran perubahan fisik, perkembangan otak yang cepat, tekanan sosial, dan tuntutan akademik yang meningkat. Kombinasi faktor ini membuat remaja sangat rentan terhadap tingkat stres yang tinggi.
Penting untuk dipahami bahwa stres yang tidak dikelola dengan baik pada masa ini dapat berdampak serius pada kesehatan mental dan fisik mereka.
Stres pada remaja sering kali dipicu oleh faktor-faktor yang unik pada tahap perkembangan mereka. Otak remaja masih dalam tahap pematangan, terutama bagian yang mengelola emosi dan pengambilan keputusan, sehingga mereka mungkin kesulitan memproses atau menanggapi tekanan secara rasional.
Penyebab Stres Pada Remaja
Penyebab stres pada remaja ada berbagai sebab. Beberapa ahli menyebutkan bisa terjadi karena tekanan akademik, misalnya: tuntutan nilai yang tinggi, ujian masuk universitas, pekerjaan rumah (PR) yang menumpuk, dan persaingan ketat di sekolah. Tuntutan nilai tinggi bahkan sering terjadi diperoleh dari orang tua sendiri yang membandingkan dengan diri sendiri atau anak orang lain.
Dengan adanya media sosial, penyebab stres juga diakibatkan dari perundungan di media sosial, tekanan untuk tampil sempurna, perbandingan konstan dengan teman sebaya, dan kecemasan karena “ketinggalan” (Fear of Missing Out – FOMO).
Konflik dengan orang tua atau teman di sekolah, serta usaha untuk “menemukan jati diri” dan kelompok sosial, juga menjadi pemicu terjadinya stres.
Khusus anak bermasalah yang masih usia remaja, para ahli memandang sering kali belum memiliki keterampilan pengelolaan emosi yang matang. Sehingga, mereka lebih rentan terhadap tindakan impulsif saat marah atau frustrasi.
Tidak kalau penting adalah, perubahan hormonal dan fisik pada remaja, ketika perubahan cepat pada tubuh dapat menyebabkan ketidaknyamanan, ketidakpercayaan diri, dan perubahan mood yang drastis. Ditambah lagi peran media yang menampilkan sosok tubuh ideal seperti tinggi langsing, putih merona, dan lain-lain.
Selain itu, tekanan akademik dari keluarga yang terlalu tinggi, konflik dengan orang tua karena miskomunikasi, masalah pergaulan, bahkan masalah keluarga seperti perceraian dan kesulitan finansial.
Kecemasan berlebihan tentang masa depan, memilih jurusan ketika akan memasuki dunia perkuliahan, hingga working life dunia dewasa yang penuh ketidakpastian, merupakan hal-hal yang bisa memengaruhi kesehatan mental para remaja.
Gejala Stres yang Harus Diperhatikan
Stres pada remaja jarang diungkapkan secara langsung. Seringkali, stres muncul dalam bentuk perubahan perilaku, emosi, atau keluhan fisik yang terus-menerus.
Gejala Emosional dan Psikologis
- Perubahan Mood: Mudah marah, mudah tersinggung, atau sering menangis tanpa alasan yang jelas.
- Kecemasan Berlebihan: Merasa khawatir terus-menerus tentang hal-hal kecil atau skenario terburuk.
- Menarik Diri: Menghindari interaksi sosial, menjauh dari teman, atau menghabiskan waktu berjam-jam sendirian di kamar.
Gejala Fisik
- Masalah Tidur: Kesulitan tidur (insomnia), tidur terlalu banyak, atau bangun dengan perasaan tidak segar.
- Keluhan Tubuh: Sakit kepala yang sering, sakit perut tanpa sebab medis yang jelas, atau otot tegang.
- Perubahan Nafsu Makan: Makan berlebihan (stress eating) atau kehilangan nafsu makan secara drastis.
Gejala Perilaku
- Penurunan Prestasi: Nilai sekolah menurun, kehilangan minat pada kegiatan ekstrakurikuler yang dulunya disukai.
- Pelarian: Menghabiskan waktu yang tidak sehat di depan layar (game, media sosial) atau, dalam kasus yang lebih serius, terlibat dalam perilaku berisiko seperti penyalahgunaan zat.
- Cepat Marah: Membantah, berdebat, atau memberontak secara tidak wajar terhadap figur otoritas.
Strategi Efektif Mengelola Stres
Mengelola stres pada remaja untuk mencegah timbulnya mental health issues, membutuhkan kombinasi dari self-care dan dukungan eksternal yang kuat.
Prioritaskan Self-Care Dasar
- Tidur Cukup: Pastikan tidur 8–10 jam per malam. Tidur adalah fondasi untuk kesehatan mental dan kemampuan pemecahan masalah.
- Olahraga Teratur: Aktivitas fisik adalah pereda stres alami yang melepaskan endorfin. Tidak perlu olahraga berat; jalan kaki singkat atau menari bisa membantu.
- Batasi Gawai: Tetapkan waktu bebas gawai, terutama satu jam sebelum tidur, untuk mengurangi doomscrolling dan perbandingan sosial.
Kembangkan Keterampilan Koping
Koping adalah strategi seseorang untuk untuk menghadapi situasi stres.
- Mindfulness dan Pernapasan: Ajarkan teknik pernapasan dalam. Ketika merasa cemas, menarik napas panjang dan lambat dapat membantu menenangkan sistem saraf.
- Jurnal: Mendorong remaja untuk menuliskan pikiran dan perasaan mereka dapat membantu mereka memproses emosi tanpa merasa harus mengatakannya keras-keras.
- Tetapkan Batasan Realistis: Bantu mereka memecah tugas besar menjadi langkah-langkah kecil (chunking) dan ajarkan mereka untuk berkata “tidak” pada komitmen yang berlebihan.
Cari Bantuan dan Dukungan
- Komunikasi Terbuka: Orang tua dan wali harus menciptakan ruang yang aman dan non-judgmental bagi remaja untuk berbicara. Dengarkan tanpa langsung menawarkan solusi atau kritik.
- Cari Bantuan Profesional: Jika stres mulai mengganggu fungsi sehari-hari, menyebabkan perubahan mood yang ekstrem, atau memunculkan pikiran melukai diri sendiri, segera konsultasikan dengan psikolog atau konselor sekolah. Terapi kognitif-perilaku (CBT) seringkali sangat efektif membantu remaja mengelola kecemasan.
Penutup
Sebuah penelitian pada remaja di Singapura, kecemasan sosial remaja meningkat, terutama pada anak perempuan berusia 8,5 hingga 13 tahun, yang berpotensi memengaruhi kesejahteraan dan kinerja.
Mengalami kecemasan sosial dapat bermanifestasi secara berbeda pada remaja; anak perempuan mungkin mengekspresikan emosi, sementara anak laki-laki mungkin menunjukkan masalah perilaku, yang menyoroti perlunya kepekaan orang tua dan hubungan yang positif.
Teknik menenangkan, terapi, dan dukungan orang tua, sangatlah penting; para ahli menyarankan orang tua untuk mengatasi kekhawatiran, membina komunikasi yang terbuka, dan mencari bantuan profesional bila diperlukan.
Stres pada remaja adalah bagian tak terhindarkan dari tumbuh dewasa, tetapi ia bisa dikelola. Dengan dukungan yang tepat, remaja dapat belajar mengenali tanda-tanda stres mereka dan mengembangkan alat yang dibutuhkan untuk menghadapinya, mempersiapkan diri mereka untuk tantangan masa depan dengan ketahanan mental yang lebih kuat.
Sumber image: Photo by Kindel Media: https://www.pexels.com/photo/man-in-a-pink-shirt-sitting-beside-a-teenager-crying-8550682/