You are currently viewing Sejarah Bioskop di Indonesia: Dari Layar Tancap Hingga Cineplex Modern

Sejarah Bioskop di Indonesia: Dari Layar Tancap Hingga Cineplex Modern

Pada suatu hari saya ikut sebuah komunitas walking tour, yang acaranya adalah napak tilas bioskop yang ada di Bandung. Sebagai warga Bandung, memang merasakan sih adanya bioskop yang merupakan hiburan seru sampai sekarang. Walaupun sekarang sudah ada website BioskopKeren, sebuah platform film terdepan di Indonesia yang memberikan akses informasi, inspirasi, dan edukasi seputar dunia perfilman bagi semua kalangan, dari penonton kasual hingga pecinta film sejati.
Tidak ada salahnya kita mengetahui perjalanan sejarah bioskop di Indonesia, mulai dari layar tancap hingga cineplex modern.

Perjalanan Bioskop di Indonesia

Perjalanan bioskop di Indonesia adalah cerminan dari perkembangan sosial, teknologi, dan industri hiburan Tanah Air. Dari awal yang sederhana hingga menjadi kompleks hiburan modern, bioskop telah melalui berbagai era yang menarik.

Era Awal (1900-an – 1920-an): Keliling dan Film Bisu

Kehadiran bioskop di Indonesia dimulai pada awal abad ke-20, saat Indonesia masih dikenal sebagai Hindia Belanda.

Bioskop Pertama (1900): Bioskop pertama di Indonesia tercatat berdiri pada Desember 1900 di Jalan Tanah Abang I, Jakarta Pusat. Bioskop ini dikenal dengan nama Talbot, dari nama pengusahanya. Pada masa itu, bioskop masih berupa bangsal berdinding gedek (anyaman bambu) dan beratap seng. Setelah selesai pemutaran film di satu lokasi, bioskop ini dapat dibawa keliling ke kota-kota lain.

Aksesibilitas Awal: Pada awalnya, bioskop hanya dapat dinikmati oleh kaum elit dan bangsa Eropa karena harga tiketnya yang relatif mahal (karcis kelas I seharga dua gulden perak dan kelas II setengah perak).

Film Bisu: Film-film yang diputar pada era ini adalah film bisu (tanpa suara), yang biasanya diiringi oleh musik orkes hidup untuk menciptakan suasana. Film-film seperti Fantomas dan Zigomar sangat populer kala itu. Beberapa film lokal awal juga diputar, seperti Loetoeng Kasaroeng (1926) yang merupakan film fiksi pertama di Indonesia.

Era Film Bersuara dan Hollywood (1920-an – 1950-an)

Gedung Permanen dan Dominasi Asing
Perkembangan teknologi membawa perubahan besar pada industri bioskop.

Film Bersuara: Kedatangan film bersuara, diawali dengan The Jazz Singer pada tahun 1927 di kancah global, merevolusi pengalaman menonton. Indonesia pun mulai menikmati film-film bersuara.

Bioskop Permanen: Bioskop yang awalnya berpindah-pindah mulai diubah menjadi gedung permanen. Bioskop-bioskop ini banyak didirikan oleh pengusaha Tionghoa dan menjadi pusat hiburan populer di Batavia (Jakarta) dan kota-kota besar lainnya.

Ikonik Metropole: Pada tahun 1932, Bioscoop Metropool (kini Metropole XXI/Megaria) dibangun di Jakarta dan menjadi salah satu ikon bioskop mewah di Indonesia. Bioskop-bioskop lain seperti Alhambra (dengan film Mesir), Rivoli (dengan film India), Capitol, dan Astoria juga bermunculan. Pada masa ini, bioskop didominasi oleh film-film impor, terutama dari Hollywood.

Era Perkembangan Independen dan Variasi (1970-an – 1990-an)

Drive-In dan Bioskop Lokal: Periode ini menyaksikan diversifikasi dalam jenis bioskop dan peningkatan film nasional.

Bioskop Independen: Bioskop independen mulai berkembang pesat di berbagai kota di Indonesia.
Drive-In Cinema: Konsep drive-in cinema juga muncul, salah satunya yang terbesar di Asia Tenggara yaitu di Ancol, Jakarta. Penonton dapat menikmati film dari dalam mobil mereka.
Film Nasional: Industri film Indonesia mulai aktif memproduksi film-film lokal yang diminati masyarakat, bersaing dengan dominasi film impor.

Era Modern (2000-an – Sekarang): Cineplex dan Dominasi Jaringan Besar

Milenium baru membawa era bioskop modern dengan sistem jaringan yang terintegrasi.

Sistem Cineplex: Sekitar tahun 2000-an, konsep cineplex (bioskop dengan banyak studio dalam satu lokasi) mulai marak di Indonesia. Ini memungkinkan pemutaran berbagai film secara bersamaan dan memberikan lebih banyak pilihan kepada penonton.

Jaringan Bioskop Raksasa: Cineplex 21 Group (dengan merek Cinema 21, Cinema XXI, dan The Premiere) menjadi pelopor dan mendominasi pasar bioskop di Indonesia, bahkan mengoperasikan teater IMAX sejak 2012. Kemudian muncul pemain besar lain seperti Blitzmegaplex (sekarang CGV Cinemas Indonesia setelah diakuisisi perusahaan Korea Selatan) pada tahun 2006, dan Cinépolis.

Pengalaman Menonton: Bioskop modern menawarkan pengalaman menonton yang lebih imersif dengan kualitas audio-visual yang superior (layar lebar, suara surround, teknologi 4DX) dan kenyamanan yang lebih baik.
Tantangan dan Adaptasi: Meskipun menghadapi tantangan dari platform streaming, bioskop tetap mempertahankan posisinya sebagai sarana hiburan sosial dan pengalaman yang unik yang tidak bisa sepenuhnya digantikan oleh menonton di rumah.

Penutup

Sejarah bioskop di Indonesia adalah kisah tentang bagaimana teknologi dan hiburan berkembang, memengaruhi cara masyarakat bersosialisasi dan menikmati cerita. Bioskop terus beradaptasi, menjadi bagian tak terpisahkan dari lanskap hiburan modern di Indonesia.

admin

katacara.com adalah cerita kita tentang strategi. gaya, kebiasaan, usaha, tips, dan lain-lain, yang mudah dimengerti dan dilakukan.

Tinggalkan Balasan