Seorang ibu membagikan kisah anaknya di akun media sosial Thread yang mengidap skizofren tetapi berhasil diterima di sebuah perguruan tinggi negeri di Bandung. Ibu ini mohon doanya karena anaknya belum puas, masih mau ikut tes lagi tahun depan supaya lolos di perguruan tinggi negeri impiannya. Banyak komentar dari warga Thread kagum dengan perjuangan putranya, tidak sedikit yang memberi saran, untuk menjalani dulu di kampus yang sekarang. Atau bahkan ada yang menyarankan nanti saja mendaftar untuk program S2 di kampus impian putranya tersebut.
Di antara sekian banyak komentar mendukung, ada juga yang menanyakan apa gejalanya seseorang itu mengidap skizofren dan harus berobat ke mana.
Ya, media sosial dan keterbukaan merupakan salah satu pintu untuk mengedukasi masyarakat tentang skizofren atau semua hal yang berkaitan dengan kesehatan jiwa.
Mental health issue, suatu masalah kesehatan di tengah kita yang tidak semua orang tahu seperti apa gejalanya dan bagaimana menyikapinya. Tidak jarang, justru stigma negatif yang disematkan pada orang-orang dengan masalah kejiwaan ini. Bahkan menyepelekan dengan menganggapnya hanya stres biasa.
Contents
Berawal Dari Kerisauan
Adalah seorang dara bernama Triana Rahmawati, yang akrab disapa Tria, kelahiran Palembang, 15 Juli 1992, sering melihat tak jauh dari kampusnya Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta dan di sekitar rumahnya ada panti rehabilitasi bagi orang dengan masalah kejiwaan. Tria yang kuliah di Jurusan Sosiologi Universitas Sebelas Maret (UNS), mengamati bahwa banyak orang dengan masalah kejiwaan (ODMK) diabaikan oleh keluarga dan masyarakat. Bersama dua temannya, Febrianti Dwi Lestari dan Wulandari, mereka berinisiatif melakukan pendampingan bagi para OMDK ini.
Berhadapan langsung dengan OMDK di Griya PMI Peduli Surakarta, yang semula gamang menghadapi berujung jatuh hati, karena para OMDK ini ternyata ceria dan punya cita-cita. Tria pun beinisiatif mendirikan rumah khusus untuk pendampingan bernama Griya Schizofren di tahun 2014.
Nama Schizofren merupakan akronim dari Sc dari kata social, lalu Hi, mengambil penggalan dari kata humanity atau kemanusiaan. Sedangkan Zo memiliki arti Zona, sedangkan Fren atau Friendly yang bermakna bersahabatan. Jadi Griya Schizofren didirikan Triana bertujuan memberikan pendampingan sosial dan kemanusiaan dan tentunya memanusiakan dan bersahat dengan OMDK yang dijumpainya. Di rumah pendampingan ini dilakukan aktivitas harian seperti bermain, bernyanyi, menggambar, membuat karya yang bisa dijual, dan melakukan ibadah bersama.
Pendirian Griya Schizofren Surakarta ini juga karena disadari bahwa jumlah psikolog maupun dokter spesialis kejiwaan di Indonesia masih sangat terbatas. Sehingga diharapkan melalui rumah pendampingan ini bersama masyarakat dan relawan bisa melakukan aktivitas nonpsikologis dan nonkedokteran untuk berkegiatan bersama.
Sebuah Langkah Pantang Mundur

Sempat lelah dengan langkah yang telah dilakukan dalam melakukan pembinaan dan pendampingan terhadap para OMDK, ternyata mendapat apresiasi Semangat Astra Terpadu untuk (SATU) Indonesia Award 2017. Melalui dukungan Astra terhadap Griya Schizofren tersebut merupakan dorongan kuat bagi Triana dan para volunteer untuk pantang mundur.
Para volunteer atau relawan ini merupakan kolaborasi dari relawan ahli yang melibatkan dokter spesialis kejiwaan maupun psikolog, dan relawan interaksi yang merupakan jejaring dari masyarakat.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Griya Schizofren bersama para relawan terdiri dari beberapa kriteria kegiatan sebagai berikut:
Terapi
Kegiatan terapi pun ada beberapa macam yang dilakukan bersama para relawan, antara lain terapi menggambar yang bertujuan mengurangi stres, merangsang kreativitas, dan membantu mengekspresikan diri. Karya-karya para OMDK ini kemudian dibuat produk souvenir yang bernilai ekonomi.
Seperti kita ketahui, banyak kasus OMDK berawal dari stres yang meningkat menjadi depresi. Apabila dibiarkan berlarut-larut menjadi semakin parah dan perlu terapi medis yang melibatkan tenaga kesehatan.
Edukasi
Setelah lebih dari satu dekade, Griya Schizofren mengembangkan program Solvenesia yang bertujuan mengedukasi masyarakat bahwa OMDK dapat berdaya melalui produk souvenir. Produk souvenir ini juga menjadi media kampanye #UraiStigma bahwa OMDK mempunyai potensi melalui karya.
Ekonomi
Souvenir ini bisa dijadikan aneka produk, misalnya souvenir pernikahan, seminar, dan lain-lain yang mengandung pesan kepedulian pada OMDK. Hasil penjualan souvenir tentu saja untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan hidup mereka.
Menyimak paparan Tria pada sebuah acara yang diadakan oleh Solopos Media Group baru-baru ini, terpampang, 25% dari hasil penjualan produk diperuntukkan bagi aktivitas berikut:
- Kesehatan, pemberian buah-buahan bagi OMDK di Griya PMI Peduli
- Pendampingan, dengan pendekatan interaksi sosial, seperti bermain, bernyanyi, menggambar, dan lain-lain.
- Kesejahteraan, dari hasil penjualan didonasikan ke Griya PMI Peduli yang nantinya untuk operasional kegiatan bersama OMDK.

Penutup
Mental health issue bukanlah perkara ringan. Sebuah issue masalah kejiwaan yang tak tampak secara fisik, tetapi bila dibiarkan bisa menguras energi dan destruktif terhadap diri sendiri maupun lingkungan.
Kepedulian Triana Rahmawati yang juga aktif sebagai pengajar di almamaternya, bersama Griya Schizofren membawa secercah harapan bagi OMDK dan keluarganya, bahkan masyarakat dan lingkungan sekitar.
Griya Schizofren Surakarta bukan tidak mungkin menjadi role model bagi griya-griya serupa di seluruh Nusantara, untuk menjadikan warga Indonesia terdampak sehat jasmani dan rohani.
Sumber:
https://gopos.id/kisah-inspiratif-triana-rahmawati-yang-memanusiakan-orang-dengan-masalah-kejiwaan/
https://www.goodnewsfromindonesia.id/2023/10/14/griya-schizofren-harapan-orang-masalah-kejiwaan
https://banyuwangi.viva.co.id/gaya-hidup/1839-triana-rahmawati-pemrakarsa-kegiatan-sosial-untuk-odmk-surakarta
Inspirasi banget pengalaman dan sharing mengenai Griya Schizofren. Mental issue emang sangat menjamur belakangan ini. Orang ingin sehat lahir batin. Berdampak besar bagi lingkungan sekitar gerakannya.
Jaman sekarang, isu atau permasalahan mental health lebih terbuka jika dibandingkan jaman kita dulu ya. Dan ini bagus. terlepas dari jadi menjamurnya self diagnose, tapi at least banyak yang mulai aware dan akhirnya concern disana seperti Griya Schizofren ini.
Jika dulu depresi dianggap “kurang iman”, tapi sekarang lebih bisa diterima dan divalidasi sebagai perasaan yang memang terluka dan membutuhkan dukungan bukan diabaikan apalagi diceramahi.
Tapi Schizofren bukan depresi, saya paham. Tapi mereka yang mengalaminya, gak akan lagi dianggap gak waras tapi akan lebih diperhatikan.
Saya gak punya relasi yang memiliki Schizofren tapi pernah membantu dosen menangani kasus serupa dan banyak baca juga soal ini, gak kebayang menjadi seorang Schizofren tuh kayak gimana, berusaha untuk keep inasne aja sulit. Makasih udah hadir Griya Schizofren, semoga kepedulian dan gerakannya menginspirasi gerakan serupa lainnya.
Sebenernya isu kesehatan mental itu sudha ada sejak lama ya mbak, tapi dulu seolah masyarakat kita tabu membahasnya. Alhamdulillah sekarang isu kesehatan mental makin banyak dibahas. Aku salut sama Mbak Triana ini, srikandi Indonesia yang berani mendirikan Griya Schizophren Dan berusaha merangkul ODMK